-->

BERDALIH DENGAN QADAR DALAM KEMAKSIATAN DAN MUSIBAH

Advertisemen
Semua yang ditakdirkan oleh Allah SWT selalu tersirat hikmah dan maslahat bagi manusia. Hikmah dan maslahat yang telah diketahui oleh-Nya. Maka, Dia tidak pernah menciptakan kejelekan dan keburukan murni yang tidak pernah melahirkan suatu kemaslahatan. Kejelekan dan keburukan ini tidak boleh dinisbatkan kepada Allah SWT, melainkan dinisbatkan kepada amal perbuatan manusia. Sesungguhnya, segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Allah mengandung keadilan, hikmah, dan rahmat 

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT.

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (an-Nisaa`: 79)

Maksudnya, segala kenikmatan dan kebaikan yang dialami manusia berasal dari Allah SWT, sedangkan keburukan yang menimpanya diakibatkan karena dosa dan kemaksiatannya.
Allah membenci kekufuran dan kemaksiatan yang dilakukan hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, Dia mencintai dan meridhai ketakwaan dan kesalehan. Dia juga menunjukkan dua jalan untuk hamba-hamba-Nya, sedangkan manusia diberikan akal untuk memilih salah satu jalan tersebut sesuai pilihan dan kehendaknya. Maka, barangsiapa yang memilih jalan kebaikan ia berhak mendapat ganjaran dan yang memilih jalan keburukan atau kebatilan maka ia berhak mendapat siksa oleh karena hal ini dilakukan secara sadar dan atas pilihannya sendiri tanpa ada unsur paksaan. Meskipun sebab-sebab dan factor-faktor pendorong amal perbuatannya tidak lepas dari kehendak Allah SWT.
Maka, tidak ada alasan dan hujjah lagi bagi manusia bahwa setiap kekufuran dan kemaksiantan yang dilakukannya karena takdir Allah SWT. Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang berdalih dengan masyi-at Allah atas kekufuran mereka seperti dalam firmanNya;

“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?" Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta. Katakanlah, ‘Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” (al-An’aam: 148-149)

“Dan berkatalah orang-orang musyrik, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya.’ Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka, maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Tiap-tiap umat mempunyai rasul yang diutus untuk menerangkan kebenaran.” (an-Nahl: 35)

Adapun berhujjah dengan takdir atas musibah yang menimpa manusia dapat dibenarkan Islam. Sebagaimana dialog yang terjadi antara Nabi Adam dan Nabi Musa tentang musibah dikeluarkannya Bani Adam dari surga.

“Adam dan Musa berbantah-bantahan. Musa berkata, ‘Wahai, Adam, Anda adalah bapak kami yang telah mengecewakan dan mengeluarkan kami dari surga. Lalu Adam menjawab, ‘Kamu, wahai Musa yang telah dipilih Allah dengan Kalam-Nya dan menuliskan untkmu dengan Tangan-Nya, apakah kamu mencela kepadamu atas suatu perkara yang mana Allah telah menakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan empat puluh tahun?’ Maka Nabi bersabda, ‘Maka, Adam telah membantah Musa, Adam telah membantah Musa.’” (HR Muslim)
  
Advertisemen