Advertisemen
1. DALIL-DALIL SYAR’IY TENTANG TAWAKKAL
a. QS Ali Imran ayat 122
b. QS At Thalaq ayat 3
c. Rosulullah SAW bersabda : “Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal maka Allah memberikan rizki kepadamu sebagaimana Allah memberikan rizki kepada burung, pagi-pagi keluar sarang dalam keadaan lapar, dan sore hari pulang ke kandang dalam keadaan kenyang.” HR At Tirmidziy.
2. TA’RIF
Menurut Bahasa Arab, kata “Tawakkal” berasal dari kata wakalah, yang berarti mewakilkan urusan kepada fihak lain. Fihak yang mendapatkan pelimpahan disebut WAKIL dan yang melimpahkan disebut MUTTAKIL atau MUTAWAKKIL.
Kemudian kata tawakkal difokuskan pada pengertian :” Kepercayaan hati kepada wakil satu-satunya”
Fihak yang bisa dianggap sebagai wakil ini harus memenui empat hal :
a. diyakini yang paling benar (muntahal-hidayah)
b. diyakini yang paling kuat (muntahal-quwwah)
c. diaykini yang paling lancar ( muntahal-fashahah)
d. diyakini yang paling perhatian dan kasih sayang (muntahas-syafaqah)
3. TINGKATAN
Dalam bertawakkal terdapat tiga tingkatan ketergantungan, yaitu :
a. Ketergantungan seseorang kepada Allah atas perlindungan dan pemenuhan kebutuhannya, sebagaimana keterikatan seorang klien kepada pengacaranya. Ia menyerahkan sesuatu namun suatu saat ia dapat mencabutnya, dan menyerahkannya kepada fihak lain, yang lebih dipercaya.
b. Ketergantungan seseorang kepada Allah bagaikan ketergantungan seoran bayi terhadap ibunya. Ia tidak mengenal orang lain selain ibunya, tidak merengek dan meminta susu kecuali kepada ibunya, ia tidak berserah diri kecauli kepadanya. Namun bayi itu bisa berbuat sesuatu yang diinginkannya di luar sepengaethuan orang tuanya. Ketergantungannya kepada orang tau karena ketergantungan adanya kebutuhan yang tidak terdapat pada orang lain, selain ibunya.
c. Ketergantungan seseorang kepada Allah bagaikan ketergantungan seoran mayit/jenazah terhadap orang yang memandikannya. Si mayit tidk tahu lagi apa yang diperbuat oleh orang yang memandikannya. Ia menyerah terhadap perlakuan apapun yang diberikan kepadanya.
4. AMAL
Orang yang bertawakkal bukan berarti orang yang tidak berusaha sama sekali. Sikap tawakkal akan mempengaruhinya dalam empat sikap berikut ini :
a. Jalbun- naf’I al mafquud (menarik keuntungan yang hilang), seperti berusaha, berdagang, dsb.
b. Hifdhu maujuud (Menjaga yang sudah ada), seperti menyimpan dan menabung.
c. Daf’ud-dharar lam yazal (menghindari bahaya yang belum tiba), seperti tidak mengkonsumsi makanan berkolestrol tinggi, mempersiapkan senjata QS 4:102,dsb.
d. Izalatud-dharar qad nazal (menghilangkan bahaya yang sudah menimpa), seperti berobat sewaktu sakit, dsb.
Wallahu a’lam.
a. QS Ali Imran ayat 122
b. QS At Thalaq ayat 3
c. Rosulullah SAW bersabda : “Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal maka Allah memberikan rizki kepadamu sebagaimana Allah memberikan rizki kepada burung, pagi-pagi keluar sarang dalam keadaan lapar, dan sore hari pulang ke kandang dalam keadaan kenyang.” HR At Tirmidziy.
2. TA’RIF
Menurut Bahasa Arab, kata “Tawakkal” berasal dari kata wakalah, yang berarti mewakilkan urusan kepada fihak lain. Fihak yang mendapatkan pelimpahan disebut WAKIL dan yang melimpahkan disebut MUTTAKIL atau MUTAWAKKIL.
Kemudian kata tawakkal difokuskan pada pengertian :” Kepercayaan hati kepada wakil satu-satunya”
Fihak yang bisa dianggap sebagai wakil ini harus memenui empat hal :
a. diyakini yang paling benar (muntahal-hidayah)
b. diyakini yang paling kuat (muntahal-quwwah)
c. diaykini yang paling lancar ( muntahal-fashahah)
d. diyakini yang paling perhatian dan kasih sayang (muntahas-syafaqah)
3. TINGKATAN
Dalam bertawakkal terdapat tiga tingkatan ketergantungan, yaitu :
a. Ketergantungan seseorang kepada Allah atas perlindungan dan pemenuhan kebutuhannya, sebagaimana keterikatan seorang klien kepada pengacaranya. Ia menyerahkan sesuatu namun suatu saat ia dapat mencabutnya, dan menyerahkannya kepada fihak lain, yang lebih dipercaya.
b. Ketergantungan seseorang kepada Allah bagaikan ketergantungan seoran bayi terhadap ibunya. Ia tidak mengenal orang lain selain ibunya, tidak merengek dan meminta susu kecuali kepada ibunya, ia tidak berserah diri kecauli kepadanya. Namun bayi itu bisa berbuat sesuatu yang diinginkannya di luar sepengaethuan orang tuanya. Ketergantungannya kepada orang tau karena ketergantungan adanya kebutuhan yang tidak terdapat pada orang lain, selain ibunya.
c. Ketergantungan seseorang kepada Allah bagaikan ketergantungan seoran mayit/jenazah terhadap orang yang memandikannya. Si mayit tidk tahu lagi apa yang diperbuat oleh orang yang memandikannya. Ia menyerah terhadap perlakuan apapun yang diberikan kepadanya.
4. AMAL
Orang yang bertawakkal bukan berarti orang yang tidak berusaha sama sekali. Sikap tawakkal akan mempengaruhinya dalam empat sikap berikut ini :
a. Jalbun- naf’I al mafquud (menarik keuntungan yang hilang), seperti berusaha, berdagang, dsb.
b. Hifdhu maujuud (Menjaga yang sudah ada), seperti menyimpan dan menabung.
c. Daf’ud-dharar lam yazal (menghindari bahaya yang belum tiba), seperti tidak mengkonsumsi makanan berkolestrol tinggi, mempersiapkan senjata QS 4:102,dsb.
d. Izalatud-dharar qad nazal (menghilangkan bahaya yang sudah menimpa), seperti berobat sewaktu sakit, dsb.
Wallahu a’lam.
Add Comments